ANAK PERDAMAIAN: KISAH MISIONARIS DON RICHARDSON DI PAPUA
Don Richardson, seorang misionaris asal Kanada, meninggalkan kenyamanan negaranya untuk melayani di Papua, yang pada saat itu masih disebut Irian Barat, antara tahun 1962 hingga 1977. Bersama istrinya, Carol, dan anak kecil mereka yang masih berusia tujuh bulan, mereka memulai perjalanan yang penuh tantangan ke daerah pedalaman yang belum tersentuh oleh dunia luar. Papua pada tahun 1962 adalah dunia yang benar-benar berbeda, di mana isolasi dan konflik antarsuku masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Kedatangan mereka di suku Sawi membuka isolasi wilayah itu, namun juga menghadirkan berbagai tantangan. Tidak hanya mereka harus membangun landas pacu untuk pesawat mereka sendiri, tetapi mereka juga harus beradaptasi dengan lingkungan yang keras dan belajar Bahasa Sawi yang kompleks. Tidak hanya itu, tetapi mereka juga harus menghadapi berbagai penyakit tropis seperti malaria, disentri, dan hepatitis, sementara konflik antarsuku Sawi sering terjadi di sekitar mereka.
Sebagai misionaris, tugas utama Don adalah memperkenalkan ajaran Injil dan jalan keselamatan melalui Yesus Kristus. Namun, Suku Sawi memiliki pandangan yang berbeda tentang kekuatan dan kemenangan, membuat tantangan misionaris semakin besar. Bagi mereka, yang dihormati adalah orang yang cerdik dan licik dalam menghadapi konflik, bukanlah sosok yang penuh kasih seperti Yesus Kristus.
Namun, Don Richardson tidak menyerah. Dia menemukan jembatan untuk memperkenalkan Injil kepada suku Sawi melalui sebuah tradisi lokal yang unik. Ketika terjadi perang antarsuku, tradisi suku Sawi menyatakan bahwa untuk mencegah konflik berlanjut, salah satu pihak yang bertikai harus menyerahkan seorang anak kepada pihak lawan sebagai "Anak Perdamaian". Jika anak itu meninggal, perdamaian akan hancur. Melalui konsep Anak Perdamaian inilah Don berhasil menyampaikan ajaran tentang keselamatan oleh Yesus Kristus.
Kisah perjuangan dan keberhasilan Don dan Carol Richardson di Papua kemudian diabadikan dalam buku dan film berjudul "Peace Child" pada tahun 1972, yang menginspirasi banyak orang pada masanya untuk terlibat dalam pelayanan gerejawi.
Tetapi pertanyaan mendasar yang muncul adalah apa yang mendorong Don dan Carol untuk melayani sesama dengan begitu gigih? Jawabannya terletak pada prinsip-prinsip dasar kasih dan perdamaian yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Rasul Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Roma menekankan pentingnya mengasihi sesama, menghindari kejahatan, melakukan yang baik, dan menjadi agen perdamaian di dunia ini.
Don dan keluarganya adalah contoh nyata dari anak-anak perdamaian, yang mempersembahkan kasih Kristus kepada suku Sawi melalui pengorbanan, ketabahan, dan kesediaan untuk menghadapi tantangan. Mereka membawa perubahan yang luar biasa bagi suku Sawi, mengubah mereka dari pengagum konflik menjadi pengikut kasih Kristus.
Sudahkah kita menjadi anak-anak perdamaian di zaman kita ini? Sudahkah kita bersedia mengorbankan diri untuk melayani sesama dan membawa damai serta kasih Kristus kepada mereka yang membutuhkannya? Itulah pertanyaan yang perlu kita renungkan saat kita memikirkan warisan inspiratif dari Don dan Carol Richardson, misionaris yang tak kenal lelah dalam mempersembahkan kasih Kristus kepada dunia yang membutuhkannya.
Sumber Dok : ANAK PERDAMAIAN | Lembaga Alkitab Indonesia
Apa Reaksi Anda?