ISRAEL KELUARKAN PERINTAH EVAKUASI BARU, WARGA GAZA KEMBALI MENGUNGSI

ISRAEL KELUARKAN PERINTAH EVAKUASI BARU, WARGA GAZA KEMBALI MENGUNGSI

Pada hari Kamis, militer Israel kembali mengeluarkan perintah evakuasi di Jalur Gaza, memaksa ribuan warga Palestina meninggalkan rumah dan tempat penampungan mereka. Perintah ini datang di tengah usaha diplomatik internasional yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan di kawasan dan menghentikan konflik yang telah berlangsung selama 10 bulan. Namun, di tengah upaya diplomasi tersebut, kenyataan di lapangan justru semakin memperburuk kondisi kemanusiaan bagi warga Gaza.

Sejak awal pekan ini, ribuan warga sipil Gaza telah mulai bergerak setelah menerima perintah dari militer Israel untuk meninggalkan beberapa wilayah di Gaza tengah. Sebagian besar dari mereka telah mengungsi beberapa kali selama perang berlangsung, dengan banyak dari mereka harus berpindah-pindah tempat tanpa jaminan keamanan.

Mohammed Aborjela, seorang warga berusia 28 tahun dari kota Deir al-Balah di Gaza tengah, adalah salah satu dari mereka yang terpaksa melarikan diri setelah menerima pesan dari militer Israel. Dalam pesan tersebut, militer memperingatkan bahwa akan ada serangan “keras” terhadap militan Hamas di daerah tersebut. Dalam situasi yang mendesak, Aborjela hanya sempat mengemas beberapa barang miliknya dan pergi ke Al-Mawasi, sebuah daerah pesisir yang dianggap sebagai zona kemanusiaan oleh Israel. Namun, meskipun wilayah tersebut seharusnya menjadi tempat yang aman, daerah itu telah berulang kali menjadi sasaran serangan.

“Hanya beberapa jam setelah kami tiba di sana, tank-tank Israel mulai menembaki tenda-tenda tempat kami berlindung,” ujar Aborjela. “Tank-tank itu semakin mendekat dan mulai menembaki warga, padahal ini seharusnya zona aman.”

Militer Israel, ketika ditanya tentang serangan tersebut, menyatakan bahwa mereka telah mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi bahaya bagi warga sipil. Mereka juga menegaskan bahwa operasi di wilayah Deir al-Balah telah diperluas setelah mendapatkan informasi intelijen mengenai keberadaan infrastruktur dan pejuang Hamas di daerah tersebut dan di kota Khan Younis di bagian selatan Gaza.

Sementara warga Gaza terus mengungsi, pejabat dari Israel dan Amerika Serikat berangkat ke Kairo untuk melanjutkan negosiasi yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata. Kesepakatan ini juga diharapkan dapat membebaskan para sandera yang masih ditahan di Gaza. Dalam panggilan telepon pada Rabu malam, Presiden AS Joe Biden menekankan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pentingnya menyelesaikan kesepakatan tersebut dan menghilangkan hambatan dalam negosiasi.

Perwakilan dari Israel yang dipimpin oleh kepala intelijen Mossad, David Barnea, serta kepala dinas keamanan Shin Bet, Ronen Bar, dijadwalkan akan tiba di Kairo. Selain itu, Brett McGurk, koordinator Gedung Putih untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, dan direktur CIA William J. Burns, juga diperkirakan akan hadir dalam pertemuan tersebut.

Negosiasi di Kairo diperkirakan akan membahas pengaturan keamanan di perbatasan Gaza-Mesir dan kemungkinan pembukaan kembali perlintasan Rafah. Rencana ini diharapkan dapat mengurangi ketegangan di kawasan dan memberikan akses bantuan kemanusiaan yang lebih luas bagi warga Gaza yang terjebak dalam konflik. Meski demikian, sumber yang terlibat dalam negosiasi ini menyatakan bahwa beberapa masalah utama, termasuk penempatan militer Israel di sepanjang Koridor Philadelphi, masih menjadi sumber perselisihan yang signifikan.

Perdana Menteri Netanyahu bersikeras mempertahankan kehadiran militer Israel di daerah tersebut karena dianggap sebagai jalur utama penyelundupan senjata ke Gaza. Di sisi lain, Mesir dan Hamas menolak keras rencana ini dan menuntut penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Israel sendiri mengklaim bahwa solusi alternatif dapat ditemukan, namun hingga kini belum ada kesepakatan yang jelas.

Di tengah ketidakpastian tersebut, tekanan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata semakin meningkat di Israel. Baru-baru ini, militer Israel menemukan jenazah enam sandera yang ditemukan di sebuah terowongan di Gaza. Keluarga para sandera mengaku telah diperlihatkan laporan otopsi yang menunjukkan adanya bekas luka tembak di tubuh mereka, yang mengindikasikan bahwa para sandera mungkin dieksekusi setelah ditangkap hidup-hidup. Meskipun hasil otopsi masih bersifat awal, peristiwa ini menambah tekanan bagi pemerintah Israel untuk segera menyelesaikan konflik dan membebaskan sandera yang tersisa.

Sementara itu, di lapangan, warga Gaza terus bergulat dengan kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk. Rumah sakit-rumah sakit di Gaza kewalahan dengan arus pasien yang terus bertambah. Dr. Iyad al-Jabri, seorang dokter bedah di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir al-Balah, mengatakan bahwa rumah sakitnya menerima tujuh orang terluka akibat serangan di Al-Mawasi. Selain itu, ratusan keluarga juga datang ke rumah sakit untuk mencari perlindungan setelah perintah evakuasi terbaru dikeluarkan.

Bagi warga Gaza, upaya diplomasi internasional seperti negosiasi di Kairo tidak memberikan dampak langsung terhadap kehidupan sehari-hari mereka yang terus dirundung ketidakpastian. Majdi Nassar, seorang warga Gaza utara yang kini mengungsi di Deir al-Balah, mengatakan bahwa ia telah mengungsi delapan kali dalam 10 bulan terakhir. “Saya mengungsi hanya demi keselamatan anak-anak yang bersama saya. Bagi saya pribadi, saya sudah tidak peduli lagi. Kematian bukan lagi skenario terburuk. Hidup ini jauh lebih buruk,” ujar Nassar dengan nada putus asa.

Konflik yang berkepanjangan ini telah meninggalkan jejak luka yang dalam bagi warga Gaza. Mereka terus berjuang untuk bertahan hidup di tengah perang yang tampaknya masih jauh dari kata usai.

Sumber Berita : Israel Orders New Evacuations, Forcing Gazans to Flee Again - The New York Times (nytimes.com)

 

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow