EVANGELIS DI AMERIKA TERPECAH: MELAWAN NARASI TRUMP SEBAGAI PILIHAN TUHAN

EVANGELIS DI AMERIKA TERPECAH: MELAWAN NARASI TRUMP SEBAGAI PILIHAN TUHAN

Setelah insiden percobaan pembunuhan terhadap Donald Trump pada 13 Juli lalu, sebuah video viral di media sosial menampilkan gambar Yesus dengan mahkota duri, darah mengalir di wajahnya, diikuti oleh foto-foto Trump. Beberapa hari kemudian, penginjil Franklin Graham secara terbuka mendukung Trump di Konvensi Nasional Partai Republik, mengklaim bahwa “Tuhan menyelamatkan hidupnya.”

Namun, klaim bahwa Trump dipilih oleh Tuhan tidak diterima oleh semua kalangan evangelis. Sebagian besar di antaranya merasa bahwa Trump justru berdiri berseberangan dengan ajaran iman mereka. Mereka berpendapat bahwa mengikuti Yesus berarti berani berbicara melawan kekuasaan yang korup dan bekerja untuk menciptakan kerajaan surga di bumi, yang bagi mereka, termasuk menggalang pemilih untuk menentang mantan presiden dalam pemilu 2024.

Jim Wallis, seorang pendeta Kristen evangelis dan aktivis keadilan sosial, menyatakan bahwa gerakan ini tidak tentang mendukung partai politik tertentu. "Ini bukan tentang menjadi Demokrat atau Republik," tegasnya. Sebaliknya, mereka fokus pada nilai-nilai keagamaan yang mengutamakan pelayanan kepada sesama, terutama yang miskin dan tertindas.

Uskup William Barber II, yang memimpin kebangkitan Kampanye Orang Miskin, mengingatkan bahwa Yesus selalu berpihak pada yang lemah dan miskin. Kampanye yang ia pimpin bertujuan untuk memobilisasi jutaan pemilih miskin untuk memilih kandidat yang benar-benar memperjuangkan hak-hak mereka, bukan hanya mengejar agenda politik tertentu.

Doug Pagitt, seorang pendeta evangelis yang mendirikan Vote Common Good, juga sedang bergerilya ke berbagai negara bagian untuk menggalang pemilih Kristen melawan Trump. Pagitt dan rekan-rekannya percaya bahwa mereka dapat mempengaruhi pemilih evangelis untuk memisahkan diri dari gerakan MAGA (Make America Great Again) dan memilih kandidat yang lebih sejalan dengan ajaran Yesus.

Sejarah evangelis di Amerika mengajarkan bahwa iman Kristen adalah tentang tindakan nyata untuk memperbaiki dunia, seperti yang dilakukan oleh gerakan anti-perbudakan pada abad ke-18 dan 19. Evangelis yang menentang Trump percaya bahwa mereka kembali kepada akar tradisi ini, mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

Sementara itu, banyak evangelis lainnya tetap mendukung Trump meskipun ia memiliki catatan perilaku yang tidak sejalan dengan ajaran Kristen. Namun, bagi mereka yang menentangnya, pemilihan presiden ini adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa suara mereka penting dan dapat menentukan arah masa depan Amerika.

Pertanyaan besar yang kini muncul adalah apakah Partai Demokrat akan merangkul para evangelis ini, yang menunjukkan bahwa mereka adalah kelompok pemilih yang dapat diperebutkan, dan apakah mereka akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam menentukan hasil pemilu 2024.

Sumber : Opinion | The Christian Case Against Trump - The New York Times (nytimes.com)

 

 

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow