DOKUMENTASI KETIDAKSETARAAN KEBEBASAN BERAGAMA: 168 KEJADIAN PELANGGARAN TERHADAP UMAT KRISTEN DI NEGARA-NEGARA BARAT

DOKUMENTASI KETIDAKSETARAAN KEBEBASAN BERAGAMA: 168 KEJADIAN PELANGGARAN TERHADAP UMAT KRISTEN DI NEGARA-NEGARA BARAT

Oleh Anugrah Kumar, Kontributor Christian Post Minggu, 04 Februari 2024

Sebuah laporan terbaru dari Family Research Council’s Center for Religious Liberty telah mengungkapkan setidaknya 168 insiden pelanggaran kebebasan beragama terhadap umat Kristen di negara-negara Barat, yang melibatkan periode dari Januari 2020 hingga Desember 2023. Studi komprehensif ini, berjudul "Free to Believe? The Intensifying Intolerance Toward Christians in the West," dengan teliti memeriksa kasus-kasus di 16 negara.

Pelanggaran yang didokumentasikan melibatkan berbagai tindakan, termasuk penangkapan dan denda atas khotbah dan doa di tempat umum, hukuman untuk menyatakan keyakinan yang didasarkan pada Alkitab, dan tindakan punitif terhadap pendeta yang tidak mematuhi pembatasan COVID-19, yang sering kali lebih ketat bagi institusi keagamaan dibandingkan dengan lembaga sekuler.

Temuan kunci dari studi ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan terhadap tindakan yang disetujui pemerintah terhadap praktik dan ekspresi kekristenan. Secara khusus, laporan menyoroti 58 insiden di Amerika Serikat, 36 di Kanada, 43 di Britania Raya, dan enam di Yunani. Negara-negara lain dengan insiden serupa termasuk Prancis, Swiss, Spanyol, Luksemburg, Norwegia, Swedia, Finlandia, Latvia, Jerman, Malta, Australia, dan Selandia Baru.

Tony Perkins, Presiden Family Research Council dan mantan ketua U.S. Commission on International Religious Freedom, menyatakan kekhawatiran atas eskalasi hostilitas terhadap umat Kristen di Barat. Ia menekankan tindakan otoriter terhadap individu yang menjalankan keyakinan agama mereka.

Laporan ini mencakup kasus-kasus mencolok, seperti pemecatan guru California Jessica Tapia pada Februari 2023 karena mempertanyakan kebijakan distrik terkait kebingungan gender siswa. Di Australia, Pendeta Martin Beckett diselidiki setelah mengakui dalam siaran langsung media sosial bahwa ia telah melangsungkan pernikahan melanggar pembatasan lockdown COVID-19 pada Agustus 2021. Sementara itu, Pendeta Derek Reimer di Kanada ditangkap pada Maret 2023 karena melanggar perintah terkait acara LGBT, dengan dakwaan termasuk gangguan, keusilan, dan enam dakwaan pelecehan, masing-masing berakibat denda atau enam bulan penjara.

Arielle Del Turco, penulis laporan dan direktur FRC’s Center for Religious Liberty, menyatakan keprihatinan atas erosi kebebasan beragama di demokrasi Barat. Meskipun terjadi penurunan insiden terkait COVID-19 setelah 2020, diskriminasi terhadap umat Kristen karena keyakinan mereka dilaporkan meningkat.

Selain itu, Observatory on Intolerance and Discrimination Against Christians in Europe sebelumnya merilis laporan terpisah yang mendokumentasikan peningkatan kejahatan kebencian anti-Kristen di seluruh Eropa pada 2022, termasuk serangan fisik dan pembunuhan. Temuan observatorium menunjukkan kurangnya liputan media dan efek mencekam di antara korban sebagai penyebab kurangnya laporan. Hukum baru yang mengatur pidato dan ekspresi agama lebih lanjut melanggar kebebasan umat Kristen, dengan menyebutkan 'buffer zone' di sekitar klinik aborsi yang menjadikan doa diam sebagai tindakan kriminal.

Perkembangan hukum yang memengaruhi kebebasan beragama melibatkan undang-undang yang berpotensi menjadikan orangtua, pendeta, dan guru sebagai pelaku kriminal karena menyatakan pandangan yang bertentangan dengan opini dominan tentang isu LGBT atau menentang prosedur trans yang merusak tubuh atas alasan keagamaan. Laporan juga menyentuh dampak perang Ukraina terhadap kebebasan beragama, mencatat diskriminasi terhadap umat Kristen Ortodoks dan tindakan oleh otoritas Rusia terhadap praktik kekristenan.

Kedua laporan ini mendorong untuk meningkatkan dialog antara pemerintah, masyarakat sipil, dan kelompok keagamaan guna melindungi kebebasan beragama. Rekomendasi melibatkan peningkatan literasi keagamaan di kalangan pejabat publik, memastikan representasi media yang adil terhadap pandangan keagamaan, dan mendorong umat Kristen untuk berpartisipasi dengan hormat dalam wacana publik guna menjembatani kesenjangan antara agama dan masyarakat sekuler.

 

Sumber Berita : https://www.christianpost.com/news/168-religious-freedom-violations-against-western-christians.html

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow